Rabu, 30 Juli 2008

Sekilas tentang Komunitas Sastra Lumbung Aksara

Beberapa kawan yang sering terlibat dalam perbincangan santai seputar dunia pustaka, tulis menulis, dan sastra khususnya, di gedung Nahdhatul Ulama Kulonprogo suatu kali merasan-rasan tentang kemungkinan membentuk sebuah wadah komunal yang mewadahi keinginan mereka. Perbincangan itu terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama dan tidak intens, hingga akhirnya terbetik sebuah ‘kepercayaan diri’ untuk mewujudkannya dengan mencoba mengumpulkan naskah puisi kawan-kawan dalam sebuah buku Antologi, sebagai awal gerakan.

Didukung sepenuhnya oleh Lembaga Konsultasi dan Pemberdayaan Perempuan (LKP2) Masyita Fatayat NU Kulonprogo, terbitlah sebuah buku antologi puisi bertajuk Seorang Gadis, Sesobek Indonesia; Antologi Puisi Kulonprogo. Keterlibatan awal LKP2 Masyita adalah berangkat dari banyaknya kawan-kawan LKP2 Masyita yang mayoritas perempuan, menuliskan puisi-puisinya untuk diterbitkan. Dari itu disepakati sebuah komunitas yang bekerja sama dengan LKP2 Masyita untuk mandegani antologi itu dengan nama Lumbung Aksara atas ide sahabat Dewi Fatimah pada tanggal 1 Mei 2006 bertempat di gedung Nahdhatul Ulama Kulonprogo Jl. Purworejo KM 1 Wates Kulonprogo. Sehingga tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari lahirnya komunitas Lumbung Aksara. Dan, keterlibatan LKP2 Masyita hanya sampai di situ.

Pemilihan nama komunitas Lumbung Aksara bukan tanpa maksud. Sebuah komunitas yang sebagian besar masih pemula dalam hal baca-tulis sastra dan berkomunitas sastra, nama ini memiliki ruh untuk menjadikan sebuah komunitas selayaknya lumbung; tempat menyimpan sesuatu yang mempunyai ekspektasi bahwa sesuatu itu nantinya akan berjumlah banyak. Banyak, di sini dapat pula dimaknai secara filosofis sebagai banyak semangat, banyak belajar, banyak merefleksi, banyak berkarya, banyak berbuat, banyak bermanfaat dan lain sebagainya yang pada intinya mengindikasikan sesuatu hal positif namun tetap rendah hati dan tidak sombong.

Dalam kegiatannya, Lumbung Aksara bukanlah sebuah komunitas yang dikelola dan berjalan secara profesional sehingga kegiatan yang dilakukan sebatas temporal dan monumental. Komunitas ini bisa juga disebut sebagai sebuah komunitas kultural yang merupakan paguyuban anak-anak muda yang mencintai seni, pustaka, budaya, dan sastra. Acapkali kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini berjalan sendiri dan hanya berjalan begitu saja tanpa ada garis-garis tertentu yang menggaris pada ordinat tertentu apalagi menyekat. Dalam perjalannya Lumbung Aksara membuka dan menjalin jaringan sastra dengan komunitas-komunitas lain, baik lokal Kulonprogo maupun interlokal (antar kota) Dengan harapan terjalin komunikasi dan silaturahmi serta saling berbagi akan dunia sastra.

Atas prakarsa tiga orang; Akhiriyati Sundari, Aris Zurkhasanah, dan Marwanto pada tanggal 21 November 2006, terbitlah sebuah buletin sastra untuk mewadahi cita-cita bersastra Lumbung Aksara dan diberi nama LONTAR. Buletin sastra ini terbit setiap bulan.

Untuk mewujudkan keprofesionalan dalam mengelola buletin sastra ini, maka disusunlah beberapa orang untuk terlibat sebagai team kerja keredaksian. Sebagaimana selalu termaktub dalam halaman pertama buletin ini, LONTAR adalah wahana untuk menyemaikan tradisi menulis dan membaca sastra bagi masyarakat Kulonprogo. Hal ini diniscayakan bahwa baik komuntas Lumbung Aksara maupun LONTAR sendiri tidaklah hidup sendiri apalagi menyendiri. Tetapi menyatu dengan masyarakat secara keseluruhan dalam keragaman budaya, kepercayaan, suku, bahasa, RAS, dan agama. Untuk inilah LONTAR mengundang masyarakat keseluruhan khususnya masyarakat Kulonprogo untuk turut aktif mengapresiasi hadirnya buletin ini dengan mengirimkan karya. Hingga kini LONTAR telah terbit sebanyak 20 edisi (per Agustus 2008).

Kegiatan yang pertama kali dilakukan oleh Lumbung Aksara adalah menggelar acara apresiasi budaya bertajuk ”Bedah Buku” pada tanggal 5 September di gedung Gubug Pramuka Wates Kulonprogo. Acara yang diadakan dari siang hingga malam hari ini membedah buku antologi puisi ”Seorang Gadis, Sesobek Indonesia; Antologi Puisi Kulonprogo” bersama alm. Zaenal Arifin Thoha dan Drs. Pribadi. Sebagai gebrakan awal, Lumbung Aksara mencoba menyulut gairah masyarakat Kulonprogo dalam berapresiasi budaya sastra pada pergelaran semacam ini dengan menampilkan beberapa sastrawan maupun penyair untuk unjuk kebolehan. Tercatat tak kurang dari 50 orang bersedia hadir dan tampil. Dalam kesempatan ini pula Lumbung Aksara mencoba mendiskusikan ikhwal kegiatan bersastra yang stagnan atau ’hidup enggan mati tak mau’ di daerah Kulonprogo. Tidak bisa menafikan memang, bahwa di Kulonprogo sendiri sesungguhnya telah ada wadah-wadah kecil dari komunalisme budaya sastra, tetapi jumlahnya sangat-sangat minim dan aktifitas yang dilakukannya pun tak memiliki greget apapun kecuali hanya di ranah komunitas mereka sendiri. Sekurang-kurangnya dari karya mereka yang tak banyak dikenal atau diketahui publik secara luas. Lumbung Aksara sebagai bayi baru yang dipaksa lahir oeh sebab keadaan tersebut, memiliki secercah harapan bahwa kegiatan berbudaya khususnya baca-tulis sastra di wilayah Kulonprogo dapat bersemai. Tak luput, Lumbung Aksara selalu mempublikasikan dan merekam aneka kegiatan yang dilakukan, sekurang-kurangnya dalam buletin sastra LONTAR tersebut, sehingga masyarakat luas dapat mengetahui dan berpartisipasi.